MAKALAH
“Kesalahan Penggunaan Afiksasi yang
Berpengaruh
terhadap Tata Bahasa Siswa SD”
Oleh :
NAMA : FLORY KRESINDA SONNIE
NIM : 1105676
SEKSI : RM 07 BANDAR BUAT
BP : 2011
MK : Kajian Kebahasaan SD
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2012
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan rahmat dan
bimbingan-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat terselesaikan.
Selesainya penyusunan
makalah ini berkat bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan
kali ini penulis ucapkan terima kasih banyak dan penghargaan kepada yang
terhormat:
1.
Dosen pembimbing Nur Azmi Alwi S.S, M.Pd
2.
Orang tua yang telah mendukung penuh
dalam penulisan makalah ini baik dari segi moril maupun materil
3.
Serta teman- teman seperjuangan yang
penulis banggakan.
Penulis telah mencoba
untuk menyajikan makalah ini dalam bentuk sesederhana mungkin. Semoga makalah
ini dapat berguna bagi pembaca, sehingga dapat menambah wawasan pembaca dalam
menghadapi permasalahan afiksasi pada siswa SD.
Akhir kata penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian
makalah ini. Kritik dan saran dari semua khalayak yang telah membaca makalah
ini penulis nantikan demi kemajuan dan kesempurnaan makalah ini di masa yang
akan datang.
Padang, 16 April 2012
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Morfologi adalah cabang linguistik yang mengidentifikasi satuan-satuan
dasar bahasa sebagai satuan gramatikal. Dalam kaitannya dengan kebahasaan, yang dipelajari dalam
morfologi ialah bentuk kata. Selain itu, perubahan bentuk kata dan makna (arti)
yang muncul serta perubahan kelas kata yang disebabkan perubahan bentuk kata
itu, juga menjadi objek pembicaraan dalam morfologi. Dengan kata lain, secara
struktural objek pembicaraan dalam morfologi adalah morfem pada tingkat
terendah dan kata pada tingkat tertinggi. Itulah sebabnya, dikatakan bahwa
morfologi adalah ilmu yang mempelajari seluk beluk kata (struktur kata) serta
pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap makna (arti) dan kelas kata.
Di dalam tata bentukan (morfologi)
bahasa indonesia, terdapat istilah morfem. Morfem adalah satuan
terkecil yang memiliki makna. Berdasarkan devinisi tersebut, buku adalah morfem karena menjadi bentuk
terkecil yang memiliki makna. Di pihak lain juga terdapat kata berbuku, meskipun dikatakan sebagai
morfem, tapi masih dapat dipilah menjadi morfem-morfem, yaitu ber- dan buku. Ber- dikatakan
sebagai morfem karena satuan terkecil ini masih memiliki arti, yaitu mempunyai. Morfem yang dapat berdiri sendiri,
seperti buku, dinamakan morfem bebas, sedangkan yang
melekat pada bentuk lain, seperti ber-, dinamakan morfem terikat.
Contoh berbuku di atas adalah satu kata yang terdiri atas dua morfem,
yakni dua satu terikat ( ber-) serta satu morfem bebas (buku).
Kata perbesar seperti contoh di atas merupakan
contoh kata yang telah mengalami proses morfemis atau proses morfologis. Proses
morfemis yang terjadi pada kata perbesar
adalah pembubuhan depan dengan morfem terikat depan dalam bahasa Indonesia
yaitu pembubuhan per- pada kata dasar
besar. Peristiwa ini merupakan sebuah proses afiksasi
yang dikenal dengan prefiks. Proses afiksasi merupakan salah satu proses
morfemis yang terjadi dalam tata bentukan (morfologi) bahasa Indonesia yang
sering menimbulkan masalah dalam hal ketepatan penggunaannya terutama dalam
kalangan siswa SD yang baru mengenal sebuah tata bahasa.
Oleh karena itu, penulis mencoba memaparkan permasalahan
penggunaan afiksasi dalam makalah yang
berjudul “Kesalahan Penggunaan Afiksasi yang Berpengaruh Terhadap Tata Bahasa
Siswa SD” ini.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas maka rumusan masalahnya adalah, sebagai berikut:
1.
Apa saja seluk beluk morfologi?
2.
Bagaimana wujud afiksasi dalam bahasa Indonesia?
3.
Apa saja permasalahan afiksasi yang terdapat pada
siswa SD?
4.
Bagaimana cara mengatasi permasalahan afiksasi pada
siswa SD?
C.
Tujuan penulisan
Sesuai dengan rumusan
masalah di atas, maka penulisan makalah ini bertujuan untuk membantu pendidik
dalam mengajarkan kepada siswanya tentang ketepatan penggunakan afiksasi dalam pembelajaran
bahasa Indonesia
D.
Manfaat
Penulisan
Hasil
penulisan ini nantinya di harapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai
pihak. Khususnya bagi siswa SD yang sulit untuk menempatkan afiksasi dengan
benar dalam tata bahasanya serta bagi pendidik dan calon pendidik yang nantinya
akan membimbing siswa dalam pembelajaran afiksasi bahasa Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Seluk Beluk Morfologi
Kata Morfologi berasal dari kata morphologie. Kata morphologie berasal
dari bahasa Yunani morphe yang
digabungkan dengan logos. Morphe
berarti bentuk dan dan logos berarti ilmu. Bunyi yang terdapat diantara morphed
dan logos ialah bunyi yang biasa muncul diantara dua kata yang digabungkan.
Jadi, berdasarkan makna unsur-unsur pembentukannya itu, kata morfologi berarti
ilmu tentang bentuk. Dalam kaitannya dengan kebahasaan, yang dipelajari dalam
morfologi ialah bentuk kata.
Dalam
bahasa ada bentuk (seperti kata) yang dapat dipotong-potong menjadi bagian yang
lebih kecil, yang kemudian dapat dipotong lagi menjadi bagian yang lebih kecil
lagi sampai ke bentuk yang, jika dipotong lagi, tidak mempunyai makna. Kata memperbesar, misalnya, dapat kita potong
sebagai berikut:
mem-perbesar
per-besar
Jika
besar dipotong lagi, maka be- dan sar- masing-masing tidak mempunyai makna. Bentuk seperti mem-, per- dan besar disebut morfem. Morfem yang dapat berdiri sendiri, seperti besar, dinamakan morfem bebas, sedangkan yang melekat pada bentuk
lain, seperti mem- dan per-, dinamakan morfem terikat. Dengan
batasan itu, maka sebuah morfem dapat berupa kata (seperti besar di atas), tetapi sebuah kata dapat terdiri atas satu morfem
atau lebih. Contoh memperbesar di
atas adalah satu kata yang terdiri atas tiga morfem, yakni dua morfem terikat mem- dan per- serta satu morfem bebas besar
Dalam tata bentuk (morfologi) bahasa
indonesia terdapat proses morfologis atau proses morfemis. Proses morfemis
merupakan proses pembentukan kata bermorfem jamak baik derivatif (apabila kata
bermorfem jamak secara sintaksis berdistribusi dan mempunyai ekuivalen dengan
semua kata bermorfem tunggal) maupun inflektif (apabila kata bermorfem jamak
tidak mempunyai ekuivalen dalam distribusi sintaksis dengan sebuah kata
bermorfem tunggal).
Pada umumnya proses morfemis
dibedakan atas 6 macam, yaitunya sebagai berikut:
1) Proses Afiksasi yaitu proses
pembubuhan afiks pada sebuah dasar atau bentuk dasar. Dilihat dari posisi
melekatnya pada bentuk dasar biasanya afiks terdiri dari prefiks, infiks,
sufiks, konfiks. Seperti, prefiks me- pada
kata melawan (kata dasar lawan).
2) Proses Reduplikasi yaitu proses
morfemis yang mengulang bentuk dasar, baik secara keseluruhan, seperti meja-meja, reduplikasi sebagian
(parsial), seperti lelaki (dari dasar
laki-laki) maupun dengan perubahan bunyi, seperi bolak-balik (dari dasar balik).
3) Proses Komposisi yaitu proses
penggabungan morfem dasar dengan morfem dasar, baik yang bebas maupun yang
terikat, sehingga terbentuk sebuah konstruksi yang memiliki identitas leksikal
yang berbeda atau yang baru. Seperti, lalu
lintas, daya juang, dan rumah sakit.
4) Konversi, Modifikasi Internal, dan
Suplesi. Konversi adalah proses pembentukan kata dari sebuah kata menjadi kata
lain tanpa perubahan unsur segmental. Modifikasi Internal adalah proses
pembentukan kata dengan penambahan unsur-unsur (yang biasanya berupa vokal) ke
dalam morfem yang berkerangka tetap (yang biasanya berupa konsonan). Ada jenis
modifikasi internal lain yang disebut suplesi yaitu perubahannya sangat ekstrem
karena cirri-ciri bentuk dasar tidak ada atau hamper tidak tampak lagi.
5) Proses Pemedekan yaitu proses
penanggalan bagian-bagian leksem atau gabungan leksem sehingga menjadi sebuah
bentuk singkat, tetapi maknanya tetap sama dengan bentuk utuhnya. Hasilnya
disebut kependekan. Seperti, bentuk lab (utuhnya
laboratorium)
6) Produktivitas Proses Morfemis yaitu
dapat tidaknya proses pembentukan kata itu, terutama afiksasi, reduplikasi dan
komposisi, digunakan berulang-ulang yang secara relative tidak terbatas;
artinya, ada kemungkinan menambah bentuk baru dengan proses tersebut.
B. Wujud Afiks dalam Bahasa Indonesia
Kata yang dibentuk dari kata lain
pada umumnya mengalami tambahan bentuk pada kata dasarnya. Kata seperti bertiga, ancaman, gerigi, dan berdatangan terdiri atas kata dasar tiga, ancam, gigi, dan datang yang masing-masing dilengkapi
dengan bentuk yang berwujud ber-, an-,
-er-, dan ber-an. Bentuk (atau
morfem) terikat yang dipakai untuk menurunkan kata dinamakan afiks atau imbuhan. Keempat bentuk terikat di atas adalah afiks atau imbuhan.
Afiks yang di tempatkan di bagian muka suatu kata dasar disebut prefiks atau awalan. Bentuk atau morfem
terikat seperti ber-, meng-, peng-, dan
per- adalah prefiks atau awalan. Apabila morfem terikat ini digunakan di
bagian belakang kata, maka namanya adalah sufiks
atau akhiran. Morfem terikat
seperti -an, -kan, dan -i adalah
contoh sufiks atau akhiran. Infiks atau
sisipan adalah afiks yang diselipkan
di tengah kata dasar. Bentuk seperti -er-
dan -el- pada gerigi dan geletar adalah infiks atau sisipan.
Gabungan prefiks atau sufiks yang
membentuk suatu kesatuan dinamakan konfiks.
Kata berdatangan, misalnya,
dibentuk dari kata dasar datang dan
konfiks ber-an yang secara serentak
diimbuhkan. Kita harus waspada terhadap bentuk yang mirip dengan konfiks, tetapiyang
bukan konfiks karena proses penggabungannya tidak secara serentak. Kata berhalangan misalnya pertama-tama
dibentuk dengan menambahkan sufiks -an pada
dasar halang sehingga terbentuk kata halangan. Sesudah itu barulah prefiks ber- diimbuhkan. Jadi ber-an pada berdatangan adalah konfiks
karena afiks itu merupakan kesatuan. Tidak ada bentuk datangan. Sebaliknya, ber-an pada
berhalangan bukan konfiks karena
merupakan hasil proses penggabungan prefiks ber-
dengan berhalangan.
C. Analisis Kesalahan Afiksasi Siswa SD
Siswa SD adalah siswa yang baru
mengenal tatanan bahasa Indonesia. Di bangku sekolah dasar, siswa tersebut
mengenal tatanan bahasa indonesia yaitu berupa pelajaran penggunaan imbuhan
yang mana kita kenal dalam istilah afiksasi.
Berbagai permasalahan afiksasi yang dialami
siswa SD diantaranya adalah sebagai berikut:
(1) Dalam membuat kalimat, siswa sulit
untuk meletakkan afiks dengan benar.
Contoh:
Kebersihan
Lingkungan
Di tempat
kami tinggal setiap 1 bulan sekali mengadai kegiatan gotong royong. Kegiatan
ini diketuakan oleh pak Rt. Warga
dianjurkan membawa sapu lidi dan cangkul untuk membersihkan sampah-sampah yang
berada di lingkungan setempat. Dengan adanya kegiatan ini, lingkungan pun jadi bersih.
Perbaikan terhadap kesalahan afiksasi pada karangan di atas, adalah
sebagai berikut:
Kebersihan
Lingkungan
Di tempat
kami tinggal setiap 1 bulan sekali mengadakan
kegiatan gotong royong. Kegiatan ini diketuai
oleh pak Rt. Warga dianjurkan membawa
sapu lidi dan cangkul untuk membersihkan sampah-sampah yang berada di
lingkungan setempat. Dengan adanya kegiatan ini, lingkungan pun menjadi bersih.
(2) Dalam proses afiksasi, siswa sulit
membedakan bentuk dasar yang harus luluh dengan yang tidak luluh
Contoh:
1. Ibu guru merubah denah tempat duduk kami.
2. Pada saat ujian, seluruh siswa
dilarang menyontoh.
3. Lintah darat itu mensita semua harta benda kami.
Perbaikan prefiks dari contoh di
atas adalah:
1) Ibu guru mengubah denah tempat duduk kami.
2) Pada saat ujian, seluruh siswa
dilarang mencontoh.
3) Lintah darat itu menyita semua harta benda kami.
(3) Siswa sulit untuk membedakan di- sebagai prefiks dengan di- sebagai preposisi
Contoh:
1. Kursi itu di beli ayah.
2. Aku tinggal dirumah nenek.
3. Kakak di pukul adik.
Perbaikan prefiks dari contoh di
atas adalah:
1) Kursi itu dibeli ayah
2) Aku tinggal di rumah nenek
3) Kakak dipukul adik.
D. Penyebab Kesalahan Afiksasi Siswa SD
Bahasa merupakan alat komunikasi
yang terpenting dalam kehidupan manusia, dengan bahasa juga dapat saling
bertukar pikiran, gagasan, pengetahuan serta dapat menjalin hubungan
dengan baik. Dengan bahasa pula cara hidup dan berfikir manusia dapat
dipengaruhi, untuk itu bahasa adalah alat untuk mengenal dunia.
Dalam belajar
bahasa, siswa mengembangkan kemampuannya untuk memahami dan memproduksi bahasa.
Pengembangan
tersebut meliputi belajar menyusun bahasa dan penggunaannya dalam
berkomunikasi. Kemampuan berbahasa anak bervariasi. Pada umumnya anak yang
memiliki kemampuan berbahasa yang baik yang diperoleh dari kebiasaan
komunikasinya dengan menggunakan bahasa sehari-hari mereka. Anak yang kacau
kemampuan berbahasanya atau perkembangan bahasanya belum sampai pada tingkat
kebahasaan yang digunakan dalam bacaan dimungkinkan akan mengalami kesulitan
dalam menggunakan tata bahasa yang benar. Faktor-faktor yang mungkin
menyebabkan kegagalan siswa dalam belajar, terutama pada kesalahan penggunaan
afiksasi yaitu sebagai berikut:
1.
Adanya kebiasaan menyepelekan
afiksasi bahasa Indonesia
Misalnya,
kesalahan penulisan prefiks di-. Pemasalahannya
adalah siswa tidak dapat membedakan mana prefiks di- yang harus digabung dengan
kata dasar serta prefiks di- yang harus dipisah dengan kata dasar. Pengalaman
selama ini menunjukkan bahwa kemampuan peserta didik dalam penulisan afiksasi
amat lemah, terutama pada siswa sekolah dasar. Hal semacam ini dikarenakan
pengetahuan dalam menulis masih kurang, ataupun pembelajaran yang didapatkan
belum maksimal atau mencapai tujuan, dan dampaknya adalah adanya kebiasaan
menyepelekan afiksasi yang tepat dalam menulis. Hal ini seiring dengan
kurangnya pengetahuan siswa tentang aturan penggunaan afiks tersebut.
2.
Kurang efektifnya cara pembelajaran
yang dipakai
Pada umumnya siswa sekolah dasar
belum menguasai tata bahasa Indonesia secara sempurna, padahal usia mereka
sudah berada di ambang pintu berakhirnya masa paling peka di dalam proses
pemerolehan bahasa. Jika ternyata benar bahwa penguasaan bahasa Indonesia siswa
Sekolah Dasar memang seperti itu keadaannya, ini berarti bahwa akan semakin
lebih sulit lagi pada tahun-tahun berikutnya bagi para pendidik untuk membenahi
kemampuan berbahasa Indonesia siswa-siswa lulusan Sekolah Dasar
Jadi, kemampuan menggunakan afiks yang benar,
dirasa kurang memadai bagi para siswa SD. Pembelajaran afiksasi di SD tersebut
masih kurang, bukan karena kemampuan anak-anak SD tersebut, melainkan cara pembelajaran bahasanya yang perlu
kita tinjau kembali, sebab peranan guru dan anak sangat berpengaruh dalam proses pembelajaran bahasa.
3.
Kebiasaan menggunakan afiksasi yang
salah dalam kehidupan sehari-hari
Anak yang kacau
kemampuan berbahasanya atau perkembangan bahasanya yang disebabkan pengaruh
kehidupan sehari-harinya dimungkinkan akan mengalami kesulitan dalam
menggunakan tata bahasa yang baik. Salah satu contoh kata yang sering digunakan dalam kehidupan
sehari-hari adalah mencuci. Mencuci
adalah kata dasar cuci yang mengalami
proses afiksasi yaitu prefiks me-.
Benar
|
Salah
|
Mencuci
|
menyuci
|
Jika dilakukan perbandingan
penggunaan antara kata mencuci dengan menyuci, maka menyuci adalah kata yang
lebih dominan digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini disebabkan karena
menyuci lebih mudah untuk diucapkan dibandingkan kata mencuci. Lambat laun, hal
ini telah menjadi kebiasaan dalam kehidupan, bahkan hal ini juga dialami siswa
SD dalam penulisan kalimat. Fakta ini beranjak dari kebiasaan pengucapan dan
berakhir pada kebiasaan penulisan.
4.
Siswa
kurang memahami makna dari setiap variasi afiks.
Hal ini disebabkan karena siswa itu
tidak mengetahui setiap makna dari afiks yang digunakan. Dalam
pengamatan terdapat beberapa kesalahan berbahasa siswa usia sekolah dasar pada
taraf morfologi.
Kesalahan
berbahasa tersebut di antaranya
berupa penggunaan afiks meng-i dan meng-kan. Misalnya,
Di tempat kami tinggal setiap 1 bulan
sekali mengadai kegiatan gotong
royong. Penggunaan imbuhan meng-i
pada kata mengadai seharusnya mengadakan
karena maksud kata itu adalah ‘membuat jadi ada’. Jika digunakan konfiks meng- kan yang memiliki makna ‘membuat
jadi atau menganggap sebagai apa yang disebut kata dasarnya (ada)’
E. Cara Mengatasi Kesalahan Afiksasi
Siswa SD
Dalam kegiatan kebahasaan, yang
menjadi permasalahan bukan saja hal-hal yang berhubungan dengan aspek menulis
tapi juga berhubungan dengan aspek berbicara. Oleh karena itu dalam makalah
ini, penulis memaparkan berbagai cara mengatasi kesalahan afiksasi yaitunya
dimulai dari aspek berbicara dan diakhiri dengan aspek menulis.
1)
Dalam
memberikan pembelajaran, guru harus menggunakan kalimat dengan afiksasi yang
benar
Berbicara adalah suatu hal yang
mutlak dilakukan oleh setiap orang dalam kehidupan. Aspek berbicara adalah hal yang paling sulit untuk mengatasi permasalahan
afiksasi. Hal ini disebabkan karena afiksasi adalah suatu proses pembentukan
kata yang mengutamakan struktur kata. Walaupun demikian, aspek berbicara tetap
berperan dalam hal mengatasi permasalahan afiksasi karena semua kesalahan
afiksasi itu dimulai dari kesalahan berbicara (pengucapan) dan diakhiri oleh
kesalahan penulisan.
Cara mengatasi masalah afiksasi
melalui aspek berbicara adalah pendidik harus mengarahkan siswa untuk berbicara
dengan senantiasa menggunakan kata-kata yang sesuai dengan afiksasi yang benar.
Misalnya, dalam berbicara dengan siswa, pendidik harus menggunakan afiksasi
yang benar. Guru adalah model, apabila guru berbuat benar maka siswa juga mendapatkan
sebuah kebenaran dan sebaliknya apabila guru berbuat salah maka siswa juga akan
mengalami kesalahan sebab siswa SD adalah anak yang suka meniru, mereka cendrung meniru kebiasaan gurunya
yang telah menjadi model dalam kehidupannya.
Contoh kecil dari kata yang dapat
digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran afiksasi agar siswa senantiasa
dapat secara tepat menggunakan afiksasi itu adalah kata ‘mencontoh’ bukan
‘menyontoh’. Guru dapat membiasakan menerapkan ketepatan afiksasi mencontoh itu
dalam kegiatan pembelajaran. Seperti, ketika akan ujian guru dapat mengatakan
kepada siswanya ‘jangan mencontoh saat ujian’.
2) Guru sebaiknya memberikan
pembelajaran yang efektif
Memberikan pelajaran afiksasi
tidaklah semudah yang dipikirkan. Apabila afiksasi salah, maka kalimat yang
dibuatpun tidak akan sempurna karena hal ini menyebabkan tata bahasa yang
digunakan menjadi kacau. Guru sebagai pendidik amatlah berperan penting dalam
mengatasi masalah kesalahan afiksasi pada peserta didiknya. Guru hendaknya
memberikan cara pembelajaran yang efektif dalam bahasa Indonesia sehingga kesalahan
tata bahasa Indonesia terutama afiksasi dapat diminimalisir. Pembelajaran
afiksasi yang efektif yang dapat membantu tata bahasa afiksasi siswa SD adalah:
a) Guru dapat membiasakan pengajaran
memahami makna dari setiap afiksasi yang digunakan.
Dengan
mengetahui makna setiap afiksasi tersebut, maka siswa akan lebih mudah
mencocokan afiksasi yang benar dalam penulisan kalimat.
Contoh:
Ø Karena ibu akan ulang tahun, adik
memesankan ibu baju baru di Butik Flory.
Ø Karena ibu akan ulang tahun, adik
memesan ibu baju baru di Butik Flory.
Berdasarkan contoh di atas, kata ‘memesankan’ lebih tepat
digunakan dibandingkan dengan ‘memesan’. Karena makna kata memesan, lebih mudah
dimengerti dan cocok dengan maksud dari kalimat tersebut. Jika menggunakan kata
memesan yang bermakna melakukan pekerjaan pesan. Kata tersebut
tidaklah cocok, yang mengakibatkan makna dari kalimat tersebut tidak dapat
disampaikan secara tepat. Tapi jika kata yang digunakan adalah memesankan yang bermakna melakukan pekerjaan pesan untuk orang lain, hal ini amat cocok dan
tepat karena sesuai dengan topik pembicaraan dari kalimat tersebut yaitu Adik melakukan pekerjaan pesan baju untuk
ibu di Butik Flory.
Misalnya, table di bawah ini dapat membantu
guru dalam mengajarkan makna setiap variasi afiksasi yang ada dalam strukur
kebahasaan.
Afiks
|
Makna
|
Contoh
|
Prefiks me-
|
Menghasilkan sesuatu
|
Menyayur, menyambal
|
Melakukan pekerjaan
|
Menulis, mendengar
|
|
Melakukan pekerjaan dengan alat
|
Mencangkul, menyapu
|
|
Memberi atau membubuhi
|
Mengapur, menambal
|
|
Mengeluarkan bunyi
|
Mendesis, mengeong
|
|
Mengeluarkan atau menampilkan
|
Menari, melompat
|
|
Sisipan -el-
|
Menyatakan
banyak
|
Geletar
|
Menyatakan
alat
|
Telunjuk
|
|
Pelaku
pekerjaan
|
Pelatuk
|
|
Menyatakan
berulang-ulang
|
Jelajah
|
|
Sufiks –an
|
Benda/alat
|
Ayunan
|
Melakukan
kegiatan
|
Latihan
|
|
Tempat
|
Lapangan
|
|
Yang di...
|
Tulisan
|
|
Konfiks meng-kan
|
sesuatu tindakan
|
Mengadakan
|
Sesuatu
menjadi..
|
Membetulkan
|
|
Membawa ke
tempat..
|
Memejahijaukan
|
b)
Dalam memberikan pelajaran afiksasi,
sebaiknya guru memaparkan afiksasi yang salah dengan afiksasi yang benar secara
berbarengan serta aturan penulisannya.
Hal ini dengan mudah dapat membantu
siswa SD untuk mengetahui kesalahan penggunaan afiks.
Ø
Bentuk dasar luluh dan tidak luluh
Contoh:
Afiks+bentuk dasar
|
Afiksasi salah
|
Afiksasi yang benar
|
Me+susup
|
Mensusup
|
Menyusup
|
Me+karang
|
Menkarang
|
Mengarang
|
Me+cubit
|
Menyubit
|
Mencubit
|
Me+syukur
|
Mensyukuri
|
Menyukuri
|
Dari contoh
diatas, guru dapat memberikan penjelasan tentang aturan dari proses peluluhan
sehingga siswa lebih mengerti tentang struktur afiksasi itu. Seperti,
§
Huruf fonim k, p, t, dan s diawal
bentuk dasar luluh sehingga yang terjadi adalah urutan bentuk: meng-, mem-,
men-, dan meny-.
§
Huruf c dan sy di awal bentuk dasar
tidak luluh. Bentuk penulisannya menjadi: menc- dan mensy-.
Ø
Digabung atau tidak digabungnya prefiks
di- dengan kata dasarnya
Contoh:
di-+bentuk dasar
|
Bentuk yang salah
|
Bentuk yang benar
|
di+beli
|
di beli
|
dibeli
|
di+pukul
|
di pukul
|
dipukul
|
di+meja
|
Dimeja
|
di meja
|
di+rumah
|
Dirumah
|
di rumah
|
Untuk membantu
siswa lebih memahami tentang struktur penggunaan afiks di-, maka guru dapat memaparkan tentang aturan penggunaan afiks di-
tersebut yaitunya: jika di- diikuti
dengan kata yang menunjukan tempat, maka penulisannya harus dipisahkan.
Dengan cara di atas, maka guru dengan mudah
dapat membantu siswa dalam memahami pelajaran afiksasi dan siswa dapat lebih
mengerti tentang penggunaan afiksasi yang benar.
3) Guru harus
sering memberikan latihan, pekerjaan rumah bahkan remedi pada siswa
Hal ini dilakukan agar siswa SD dapat benar-benar memahami pembelajaran afiksasi sehingga dalam setiap penulisan
kata-kata ataupun kalimat, siswa tersebut dapat menampilkan kalimat dengan
afiksasi yang benar sehingga kalimat yang dibuat oleh siswa SD tersebut tidak
kacau atau rancu lagi serta siswa SD tersebut tidak akan menyepelekan afiksasi
bahasa Indonesia lagi.
Afiksasi merupakan imbuhan yang mana
afiksasi ini sering digunakan dalam setiap pembelajaran bahasa maupun
pembelajaran lainnya yang berhubungan denga kata ataupun kalimat.
Ketidaktepatan penggunaan afiksasi adalah salah satu dari sekian banyak contoh
fenomena kesalahan tata bahasa Indonesia yang sering ditemukan dikalangan siswa
SD bahkan sampai ke perguruan tinggi. Jadi, setiap permasalahan afiksasi di SD
haruslah diselesaikan dengan cara yang tepat agar kesalahan tersebut tidak
berlanjut di masa yang akan datang.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Proses afiksasi adalah salah satu
proses morfemis yang sering menjadi permasalah dalam penulisan kalimat bagi siswa
SD. Misalnya, kesalahan penggunaan prefiks di-,
kesalahan peluluhan dan kesalahan bentuk afiksasi lainnya. Hal ini disebabkan
karena adanya suatu bentuk penyepelean
afiksasi pada siswa SD. Hal ini mereka lakukan karena adanya anggapan
bahwa ‘afiksasi itu mudah’. Secara kasat mata, anggapan ini memang benar. Tapi,
jika benar-benar diperhatikan, afiksasi itu amatlah sulit karena harus
diperhatikan dengan teliti dan dipahami dengan cermat. Seperti, jika rumah diberi prefiks di- maka akan menjadi di rumah bukanlah dirumah. Yang membedakan kedua kata tersebut adalah prefiks di- digabung dan tidak digabung dengan
kata dasarnya. Hal ini terjadi karena adanya aturan tata bahasa prefiks di- yaitunya jika kata dasarnya
menunjukan tempat maka prefiks di- dipisahkan
dengan kata dasarnya. Permasalahan afiksasi lainnya adalah pada kata yang harus
luluh dan tidak luluh ketika diberi afiksasi. Misalnya, kata me+sapu akan
berubah menjadi menyapu. Dalam kata
tersebut tampak peluluhan huruf s yang menyebabkan prefiks me- menjadi meny-.
Menulis kalimat itu memanglah
perkara mudah, tapi ketika berbicara tentang penggunaan afiksasi yang benar,
ini amatlah sulit karena tidak adanya pengetahuan yang mendalam tentang
afiksasi tersebut. Oleh karena itu sebaiknya para pendidik sebagai pemberi
wawasan, hendaklah cermat dalam memberi pelajaran mengenai afiksasi tersebut
sehingga tidak terjadi lagi kesalahan
penggunaan afiksasi pada siswa SD tersebut.
B. Saran
Permasalahan ketidaktepatan
penggunaan afiksasi ini tidak hanya akan dihadapi pada jenjang sekolah dasar
saja. Pada jenjang sekolah menengah dan perguruan tinggipun, kesalahan
penggunaan afiksasi masih sering ditemukan.
Jadi, ketika jenjang sekolah dasar sebaiknya pendidik memperhatikan dan
mengatasi hal ini dengan serius sehingga kesalahan afiksasi dapat diminimalisir
pada jenjang pendidikan berikutnya.
No comments:
Post a Comment