DEMOKRASI
1.
Konsep demokrasi
Demokrasi berasal dari bahasa
yunani. Yakni kata “Demos” berarti rakyat atau penduduk suatu tempat dan
“cratein” atau “demos” yang berate kekuasaan atau kedaulatan, dengan demikian
maka demokrasi dapat diartikan kekuasaan atau kedaulatan rakyat. Demokrasi adalah pemerintahan dari
rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Demokrasi merupakan bentuk pemerintahan
politik yang kekuasaan pemerintahannya berasal dari rakyat.
Demokrasi adalah sebuah bentuk kekuasaan (kratein) dari,
oleh, dan untuk rakyat (demos). Menurut konsep demokrasi, kekuasaan menyiratkan
arti politik dan pemerintahan, sedangkan rakyat beserta warga masyarakat
didefinisikan sebagai warga negara. Demos
menyiratkan makna diskriminatif atau bukan rakyat keseluruhan, tetapi
hanya populus tertentu, yaitu mereka yang berdasarkan tradisi atau kesepakatan
formal mengontrol akses ke sumber–sumber kekuasaan dan bisa mengklaim
kepemilikan atas hak–hak prerogratif dalam proses pengambilan keputusan yang berkaitan
dengan urusan publik atau pemerintahan.
Demokrasi merupakan wujud
kebersamaan dalam Negara juga merupakan hak sekaligus kewajiban bagi warga
Negara karena system kekuasaan yang berlaku adalah : “Res publica” dari, oleh
,dan untuk rakyat .
Walaupun sebenarnya ditinjau dari
pemahaman agama bahwa kekuasaan rakyat di bumi adalah kekuasaan rakyat,karena
memang pada saat umat manusia diturunkan kebumi sekaligus diserahkan
pengaturannya oleh tuhan kepada manusia atau rakyat yang diciptakannya,
sedangkan pengertian dalam bahasa yunani tidak hanya mengadopsi dari agama disesuaikan dengan kehidupan.
Pemahaman rakyat itu sendiri
sebenarnya belum ada kesepakatan karena pada kenyataan komunitas – komunitas
tertentu tidak mau disamakan sebagai rakyat.
Dalam penerapan di negara kesatuan republik Indonesia
demokrasi dapat dipandang sebagai suatu mekanisme dan cita – cita hidup berkelompok yang ada dalam UUD 1945
yang disebut kerakyatan. Demokrasi dapat juga dipandang sebagai pola hidup
berkelompok dalam organisasi Negara,sesuai dengan keinginan orang – orang yang
hidup dalam kelompok tersebut (demos).
Keinginan orang –orang yang ada
daalm kelompok tersebut ditentukan oleh pandangan hidupnya (weltanschaung) ,
falsafah hidupnya (filosofiche Gronslag) dan ideologi bangsa yang bersangkutan.
Dengan demikian demokrasi atau
pemerintahan rakyat di Indonesia
didasarkan pada:
1. Nilai – nilai falsafah pancasila
atau pemerintahan
2. Transformasi nilai – nilai
pancasila pada bentuk dan system pemerintahan
3. Merupakan konsekuensi dan komitmen
terhadap nilai – nilai pancasila dan UUD 1945
Ada dua bentuk demokrasi dalam pemerintahan negara, antara
lain :
1) Pemerintahan Monarki (monarki
mutlak, monarki konstitusional, dan monarki parlementer)
2) Pemerintahan Republik : berasal
dari bahasa latin, RES yang artinya pemerintahan dan PUBLICA yang berarti
rakyat. Dengan demikian dapat diartikan sebagai pemerintahan yang dijalankan
oleh dan untuk kepentingan orang banyak.
2.
Demokrasi
Konstitusional Indonesia
Legalitas sebuah kebijaksanaan
haruslah dilihat bukan semata atas dasar legitimasi lembaga dan prosedur
bersangkutan. Pada tahap ini asas-asas dari pokok kostitusionalisme yang
bertujuan membatasi kesewenangan kekuasaan, temasuk kesewenangan golongan
mayoritas menjadi amatlah penting.
Di Indonesia sejak awal berdirinya
Republik ini, Mohammad Hatta dan M. Yamin telah berusaha agar jaminan diadakan
guna melindungi kebebasan perorangan (individu) dan agar dasar diletakkan bagi
tegaknya konstitusionalisme di Indonesia. Hatta mewakili kelompok para pendukung
asas-asas demokrasi, yang menolak gagasan integralistik Soepomo, yang
mengabaikan hak golongan minoritas dan mengandung gagasan tentang keseragaman
(uniformitas) yang sangat berbahaya. Yang diinginkan oleh Hatta adalah sebuah
negara pengasuh (nanny state) yang tidak terjatuh ke dalam perangkat sebuah
negara pengartur (ruling state), sebuah negara yang menindas (Notulen sidang
BPUPKI/PPKI).
Upaya merealisasikan
konstitusionalisme di Indonesia kedua dilanjutkan dan mendapat momentum baru,
setelah pembentukan Konstituante sebagai hasil Pemilihan Umum tahun 1955 yang
berlangsung sangat demokratis. Sebanyak 544 anggota Konstituante bersidang
selama lebih dari 3,5 tahun dan berhasil merumuskan 24 prinsip hak asasi.
Tetapi sebagaimana diketahui, hasil-hasil itu menjadi batal dengan dikeluarkan
Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 yang membubarkan Konstituante dan
menyatakan UUD 1945 berlaku kembali.
Selama masa Orde Baru (1966-1998)
rezim otoriter menutup semua saluran kebebasan serta mengerahkan segenap aparat
untuk masuk ke celah kehidupan masyarakat dan secara aktif memonitor kehidupan
para warga perorangan, kebebasan menjadi sebauah kata yang kehilangan maknanya.
Misalnya media massa hanya menjadi penyuara dukungan kebijakan pemerintah jika
ada berita yang bernada negative maka segera diberengus, kehidupan politik
“demokrasi pura-pura” dimana lawan politik dan ideology para penguasa dicap
sebagai musuh negara dan diperlakukan sebagai warga negara kelas dua,
batas-batas perilaku warga ditentukan dengan sangat ketat dan setiap usaha
untuk melanggarnya dicap sebagai perbuatan subversive.
Memasuki masa Reformasi (1998 sampai
sekarang) terutama setelah terjadinya serangkaian amandemen atas UUD 1945,
kekuasaan negara yang sewenang-wenang dan sentralisasi telah dihapus. Kebebasan
warga negara dan ekonomi daerah mendapat jaminan dalam UUD, tetapi kebebasan
yang baru diperoleh itu telah dicederai oleh ekstrimisme dalam menggunakan
kebebasan berpendapat dan otonomi daerah disalahgunakan olah kepentingan
sectarian untuk meloloskan sejumlah peraturan daerah yang bersifat
diskriminatif serta melanggar HAM.
Pada dasarnya, konstitusionalisme
bertujuan untuk membatasi kekuasaan negara, agar ia tidak berlaku
sewenang-wenang, agar kebebasan-kebebasan para warga dijamin, agar setiap warga
negara diperlakukan sama di depan hukum, agar mereka dapat menjamin suatu
kehidupan yang bermartabat, dan agar setiap kelompok atau golongan masyarakat,
betapapun kecilnya dilindungi terhadap dominasi kelompok lain. Prinsip-prinsip
konstitusionalisme itu harus ditegakkan melalui penegakkan hukum yang adil dan
tidak berpihak (due process of law), pemisahan kekuasaan negara, serta
dihormati dan dilindungi HAM.
Konsep demokrasi
konstitusional memiliki tiga aspek utama, yaitu penataan lembaga negara, proses
legislasi, dan judicial review.
Aspek pertama, penataan lembaga negara merupakan hal penting karena lembaga
negara ini yang menjalankan kekuasaan negara. Prinsip pembagian kekuasaan (division of powers) yang semula
diagungkan diganti pemisahan kekuasaan (separation
of powers) dengan prinsip checks
and balances. Perubahan signifikan dengan meninggalkan doktrin supremasi
parlemen menjadi supremasi konstitusi. Pemisahan kekuasaan dimaksudkan agar
tidak terjadi penumpukan kekuasaan yang berpeluang disalahgunakan.
DAFTAR PUSTAKA
http://konsepdemokrasi.blogspot.com/ (Diakses 25 Maret 2013)
http://kgsc.wordpress.com/demokrasi-dalam-konsep-dan-praktek/ (Diakses 25 Maret 2013)
http://gustianipangesti.blogspot.com/2012/03/pengertian-demokrasi-konsep-demokrasi.html (Diakses 25 Maret 2013)
http://www.miftakhulhuda.com/2012/12/dilema-demokrasi-konstitusional.html (Diakses 25 Maret 2013)
No comments:
Post a Comment