ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN ESSENSIALISME
Filsafat adalah
pandangan hidup seseorang atau kelompok orang yang merupakan konsep dasar
mengenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat banyak mempengaruhi
perkembangan budaya serta berbagai sistem ilmu pengetahuan yang ada dalam
filsafat itu sendiri.
Pengelompokkan
filsafat pendidikan digolongkan menjadi dua kelompok besar,yaitu filsafat
pendidikan “progresif” dan filsafat pendidikan ‘konservatif”.yang pertama
didukung oleh filsafat pragmatisme dari Jhon Dewey,dan romantic naturalisme
dari Roousseau. Yang kedua didasari oleh filsafat idalisme,realisme humanisme
(human rasional),dan supernaturalisme atau realisme religius. Filsafat-filsafat
tersebut melahirkan filsafat pendidikan esensialisme,prenialisme,dan
sebagainya.
Filsafat pendidikan
modern pada garis besarnya dibagi kepada empat aliran yaitu aliran
progresivisme, esensialisme, perenialisme dan rekonstruksianisme (Imam
Barnadib, 1982, Mohammad Noor Syam, 1986). Namun pada tulisan ini hanya
penggambaran singkat yakni penggambaran
hal-hal yang menjadi ciri utama masing-masing aliran filsafat
pendidikan.
Secara etimologi
esensialisme berasal dari bahasa Inggris yakni essential (inti atau pokok dari
sesuatu), dan isme berarti aliran, mazhab atau paham. Menurut Brameld bahwa
esensialisme ialah aliran yang lahir dari perkawinan dua aliran dalam filsafat
yakni idealism dan realism. Aliran ini menginginkan munculnya kembali kejaaan
yang pernah diraih, sebelum abad kegelapan atau disebut “the dark middle age”
(zaman ini akal terbelenggu, stagnasi dalam ilmu pengeetahuan, kehidupan
diwarnai oleh dogma-dogma gerejani. Zaman renaissance timbul ingin
menggantikannya dengan kebebasan dalam berpikir.
Pada
aliran esensialisme ini pendidikan di sebut sebagai pemelihara kebudayaan.Esensialisme dianggap
para ahli sebagai “conservative road to culture” yakni ingin kembali kepada
kebudayaan lama, warisan sejarah yang telah terbukti kebaikannya bagi kehidupan
manusia, terutama zaman renaissance pada abad XI, XII, XIII dan XIV. Pada masa
ini telah berkembang usaha-usaha menghidupkan kembali ilmu pengetahuan dan
kesenian serta kebudayaan Purbakala, terutama di zaman Yunani dan Romawi
Purbakala. Zaman renaissance ini sebagai reaksi terhadap tradisi, puncaknya
tumbuh individualism dalam berpikir dan bertindak dalam semua cabang aktivitas
manusia. Sumber utama dari kebudayaan itu adalah ajaran filsafat, ahli ilmu
pengetahuan, yang ajaran dan nilai-nilai ilmu mereka bersifat kekal dan
monumental.
Kesalahan
dari kebudayaan modern sekarang menurut esensialisme ialah
kecenderungannya,bahkan gejala-gejala penyimpangannya dari jalan lurus yang
telah ditanamkan kebudayaan warisan itu. Dalam bidang pendidikan, “fleksibilitas”dalam
segala bentuk dapat menjadi sumber timbulnya pandangan yang berubah-ubah,
kurang stabil dan tidak menentu sehingga pendidikan itu kehilangan arah.
Pendidikan haruslah bersendirikan atas nilai-nilai yang dapat mendatangkan
kestabilan, sehingga untuk memenuhinya haruslah dipilih nilai-nilai yang
mempunyai tata yang jelas dan yang telah teruji oleh waktu yakni nilai-nilai
yang berasal dari kebudayaan dan filsafat yang korelatif selama empat abad
belakangan ini, dengan perhitungan zaman renaissance sebagai pangkal timbulnya
pandangan esensialisme. fenomena-fenomena
sosial-kultural yang tidak kita ingini sekarang,hanya dapat diatasi dengan
kembali secara sadar melalui pendidikan,ialah kembali kejalan yang telah di
tetapkan.
Pemikir-pemikir
besar yang telah dianggap sebagi peletak dasar asas-asas filsafat aliran ini, terutama
yang hidup pada zaman klasik : Plato, Aristoteles, Democritus sebagai bapak obkective-idealism adalah
peletak teori-teori modern dalam esensialisme. Yang
dominan dalam filsafat esensialisme ini bukan hanya filsafat klasik saja tetapi
lebih-lebih ajaran-ajaran filosof pada zaman reenaissance,merupakan sokoguru
aliran ini.Brameld menulis ciri utama aliran ini yaitu : “pandangan-pandangan
filsafat yang kuno dan absolutisme pandangan abad-abad pertengahan tercermin
dalam otoritasnya yang tidak dapat ditantang,otoritas gereja yang
domatis,dimana pengikut esensialisme modern bertujuan mengusahakan suatu
sistematika,konsepsi tentang manusia dan alam semesta yang secepat mungkin
cocok bagi kebutuhan zaman dan lembaga-lembaga modern”.
Esensialisme
merupakan paduan ide-ide filsafat Idealisme dan Realisme.dan praktek-praktek
filsafat pendidikan esensialisme dengan demikian menjadi lebih kaya dibadingkan
jika ia hanya mengambil posisi yang sepihak dari salah satu aliran yang ia
sinthesakan itu.
Demikian
pula pandangan esensialisme tentang ide-ide moral,aliran ini lebih bersifat
netral.atau lebih tepat dikatakan aliran ini juga mensintesakan ide-ide abad
pertengahan yang dogmatis-religious dengan ide-ide Renaissance.
Realisme, titik
tinjauannya adalah mengenai alam dan dunia fisik, sedangkan idealism modern,
pandangan-pandangannya bersifat spiritual. Brubacher memberikan ciri
masing-masing:
- Realisme; alam adalah yang pertama-tama memiliki kenyataan pada diri sendiri, dan ini harus dijadikan pangkal berfilsafat. Kualitas-kualitas dari pengalaman terletak pada dunia fisik, dan disanalah terdapat sesuatu yang menghasilkan penginderaan dan persepsi-persepsi yang tidak semata-mata bersifat mental. Jadi jiwa dapat diumpamakan sebagai cerminan yang menerima gambaran-gambaran yang berasal dari dunia fisik. Ini berarti bahwa anggapan-anggapan mengenai adanya kenyataan itu tidak dapat hanya sebagai hasil tinjauan yang menyebelah saja, melainkan pertemuan antara keduanya.
- Idealisme modern; bahwa realita adalah sama dengan substansi gagasan (ide-ide). Di balik dunia fenomena ini ada jiwa yang tidak terbatas yaitu Tuhan yang merupakan pencipta adanya kosmos. Manusia sebagai makhluk berpikir berada dalam lingkungan kekuasaan Tuhan. Dengan menguji dan menyelidiki ide-ide serta gagasannya, manusia akan dapat mencapai kebenaran yang sumbernya adalah Tuhan.
Menurut
Brameld tidak mudah untuk mendefinisikan realisme secara jelas,sebab tidak
seorang pun eksponen atau tokohnya cenderung untuk menekankan salah satu
aspeksebagai prinsip utama.
Menurut Imam Barnadib bahwa
ciri utama esensialisme adalah
pendidikan haruslah bersendikan atas nilai-nilai yang dapat mendatangkan
kestabilan. Agar dapat terpenuhi maksud tersebut nilai-nilai itu perlu dipilih
yang mempunyai tata yang jelas dan yang telah teruji oleh waktu. Nilai-nilai
yang dapat memenuhi hal tersebut adalah yang berasal dari kebudayaan dan
filsafat yang korelatif selama empat abad belakangan ini; dengan perhitungan
zaman Renaisans, sebagai pangkal timbulnya pandangan-pandangan esensialistis
awal. Puncak refleksi dari gagasan ini adalah pada pertengahan kedua abad ke
sembilan belas. Esensialisme merupakan suatu gerakan dalam pendidikan yang
memprotes terhadap pendidikan progresivisme. Esensialisme tidak sependapat
dengan pandangan progresivisme yang serba fleksibilitas dalam segala bentuk.
Pendidikan yang bersendikan atas nilai-nilai yang bersifat demikian ini dapat
menjadikan pendidikan itu sendiri kehilangan arah. Dalam pemikiran pendidikan
esensialisme, pada umumnya didasari atas filsafat idealisme dan realisme.
Sumbangan dari masing-masing ini bersifat eklektif.
A.
Ontologi
Esensialisme
a) Sintesa ide
Idealisme dan Realisme tentang hakekat realita berarti esensialisme mengakui
adanya realita objektif di samping objek-objek pre-determinasi,supernatural dan
transcendental.
b) Aliran ini
dipengaruhi penemuan-penamuan ilmu pengetahuan modern baik Fisika maupun
Biologi.
c) Penapsiran
spiritual atas sejarah.
d) Paham
makrokosmos dan mikrokosmos.
Jadi, dapat
disimpulkan bahwa ontologi
filsafat pendidikan idealisme menyatakan bahwa kenyataan dan kebenaran itu pada
hakikatnya adalah ide-ide atau hal-hal yang berkualitas spiritual. Oleh karena
itu, hal pertama yang perlu ditinjau pada peserta didik adalah pemahaman
sebagai makhluk spiritual dan mempunyai kehidupan yang bersifat teleologis dan
idealistik. Pendidikan bertujuan untuk membimbing peserta didik menjadi makhluk
yang berkepribadian, bermoral, serta mencita-citakan segala hal yang serba baik
dan bertaraf tinggi.
B.
Epistemologi
Esensialisme
Teori
kepribadian manusia sebagai refleksi Tuhan adalah jalan untuk mengerti
epistemologi esensilisme.sebab,jika manusia mampu menyadari realita dirinya
sebagai mikrokosmos dalam makrokosmos,maka manusia pasti mengetahui dalam
tingkat/kualitas apa rasionya mampu memikirkan kesemestaan itu.
1)
Kontroversi jasmaniah-rohaniah
Perbedaan
idealisme dengan realisme adalah karena yang pertama menganggapbahwa rohani
adalah kunci kesadaran tentang realita.manusia mengetahui sesuatu hanya di
dalam dan melalui ide,rohaniah.sebaliknya realist berpendapat ahwa kita hanya
megetahui sesuatu realita di dalam dan
melalui jasmani.
2) Approach
Idealisme pada pengetahuan
a. Kita hanya
mengerti our own spiritual selves (rohaniah kita sendiri).tetapi pengertian ini
memberi kesadaran untuk mengerti realita yang lain.sebab kesadaran kita,rasio
manusia adalah bagiandaripada rasio Tuhan yang maha sempurna,ini menurut
personalisme.
b. Menurut
T.H.green,
approach
personalisme itu hanya melalui introspeksi, padahal manusia tak mungkin mengetahui sesuatu hanya
dengan kesadaran jiwa tanpa adanya pengamatan.karena itu setiap pengalaman
mental pastilah melalui relasi antara macam-macam pengamatan.ini berarti
pikiran itu menjadi pula suatu substansi,tidakj dalam makna substansi
material,melainkan sebagai prinsip ekstra-natural.
c. Bagi Hegel,substansi
mental itu tercermin pada hukum-hukum logika dan hukum alam.hukum dialegtika
berpikir,berlaku pula hukum perkembangan sejarah dan kebudayaan manusia.
d. Dalam filsafat
religious yang modern,ada teori yang menyatakan bahwa,apa yang saya mengerti tentang
sesuatu adalah karena resonansi pengertian Tuhan.saya sebagai fitnite being
(makhluk terbatas) mengetahui hukum dan kebenaran universal sebagai realisasi
resonansi jiwa dengan jiwa Tuhan (God’s infinite mind).dan jika saya tidak
mengetahui sesuatu,itu hanya karena resonansi dengan Tuhan terganggu,ternhalang
oleh keraguan pribadi atas eksistensi Tuhan.
Dalam bidang epistemologi, bahwa
pengetahuan adalah hasil yang dicapai oleh proses mana subjek dan objek
mengadakan pendekatan. Dengan demikian hasilnya adalah perpaduan antara
pengamatan, pemikiran, dan keseimpulan dari kemampuan manusia dalam menyerap
objeknya. Oleh karena itu, epistemologi dalam filsafat pendidikan realisme
adalah proses dan produk dari seberapa jauh pendidik dapat mempelajari secara ilmiah
emperis mengenai peserta didiknya. Hasil-hasilnya akan digunakan sebagai dasar
untuk menyelenggarakan pendidikan
C. Aksiologi
Esensialisme
Dalam bidang aksiologi,faktor peserta
didik perlu dipandang sebagai agen yang ikut menentukan hakikat nilai (Imam
Barnadib, 2002).
Esensialisme
didasari atas pandangan humanisme yang merupakan reaksi terhadap hidup yang
mengarah pada keduniaan, serba ilmiah dan materialistis. Selain itu juga
diwarnai oleh pandangan-pandangan dari paham penganut aliran idealisme dan
realisme. Tujuan umum aliran esensialisme adalah membentuk pribadi bahagia di
dunia dan akhirat .
Johann Amos
Comenius (1592-1670) sebagai salah satu tokoh esensialisme mengatakan bahwa
karena dunia ini dinamis dan bertujuan, kewajiban pendidikan adalah membentuk
anak sesuai dengan kehendak Tuhan. Tugas utama pendidikan ialah membina
kesadaran manusia akan semesta dan dunia, untuk mencari kesadaran spiritual,
menuju Tuhan (Imam Barnadib, 2002; Mohammad Noor Syam, 1986).
Teori nilai
menurut Idealisme bahwa hukum-hukum etika adalah hukum kosmos, karena itu
seseorang dikatakan baik hanya bila ia secara aktif berada di dalam dan
melaksanakan hukum-hukum itu. Dengan demikian posisi seseorang jelas dapat
dimengerti dalam hubungannya dengan nilai-nilai itu. Dalam filsafat, misalnya
agama dianggap mengajarkan doktrin yang sama, bahwa perintah-perintah Tuhan
mampu memecahkan persoalan-persoalan moral bagi siapapun yang mau menerima dan
mengamalkannya. Meskipun Idealisme menjunjung asas otoriter atas nilai-nilai
itu, namun ia tetap mengakui bahwa pribadi secara aktif bersifat menentukan
nilai-nilai itu atas dirinya sendiri yaitu memilih dan melaksanakan.
No comments:
Post a Comment