Wednesday 25 April 2012

Teori-teori Kebenaran Filsafat


TEORI-TEORI KEBENARAN FILSAFAT

A. Pengertian Kebenaran dan Tingkatannya
Pendidikan pada umumnya dan ilmu pengetahuan pada khususnya mengemban tugas utama untuk menemukan, pengembangan, menjelaskan, menyampaikan nilai-nilai kebenaran. Semua orang yang berhasrat untuk mencintai kebenaran, bertindak sesuai dengan kebenaran. Kebenaran adalah satu nilai utama di dalam kehidupan human. Sebagai nilai-nilai yang menjadi fungsi rohani manusia. Artinya sifat manusiawi atau martabat kemanusiaan (human dignity) selalu berusaha memeluk suatu kebenaran. Kebenaran sebagai ruang lingkup dan obyek pikir manusia sudah lama menjadi penyelidikan manusia.  Jika manusia mengerti dan memahami kebenaran, sifat asasinya terdorong pula untuk melaksanakan kebenaran itu. Sebaliknya pengetahuan dan pemahaman tentang kebenaran, tanpa melaksanakan kebenaran tersebut manusia akan mengalami pertentangan batin, konflik spikologis. Karena di dalam kehidupan manusia sesuatu yang dilakukan harus diiringi akan kebenaran dalam jalan hidup yang dijalaninya dan manusia juga tidak akan bosan untuk mencari kenyataan dalam hidupnya yang dimana selalu ditunjukkan oleh kebanaran. Dalam kehidupan manusia, kebenaran adalah fungsi rohaniah. Manusia di dalam kepribadian dan kesadarannya tak mungkin tnapa kebanran.
 Menurut para ahli filsafat itu bertingkat-tingkat bahkan tingkat-tingkat tersebut bersifat hirarkhis. Kebenaran yang satu di bawah kebenaran yang lain tingkatan kualitasnya ada kebenaran relatif, ada kebenaran mutlak (absolut). Ada kebenaran alami dan ada pula kebenaran illahi, ada kebenaran khusus individual, ada pula kebenaran umum universal.
Berdasarkan scope potensi subjek, maka susunan tingkatan kebenaran itu menjadi :
ü  Tingkatan kebenaran indera adalah tingakatan yang paling sederhanan dan pertama yang dialami manusia
ü  Tingkatan ilmiah, pengalaman-pengalaman yang didasarkan disamping melalui indra, diolah pula dengan rasio
ü  Tingkat filosofis, rasio dan pikir murni, renungan yang mendalam mengolah kebenaran itu semakin tinggi nilainya
ü  Tingkatan religius, kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan yang Maha Esa dan dihayati oleh kepribadian dengan integritas dengan iman dan kepercayaan
Keempat tingkat kebenarna ini berbeda-beda wujud, sifat dan kualitasnya bahkan juga proses dan cara terjadinya, disamping potensi subyek yang menyadarinya. Potensi subyek yang dimaksud disini ialah aspek kepribadian yang menangkap kebenarna itu. Misalnya pada tingkat kebenaran indera, potensi subyek yang menangkapnya ialah panca indra. Kebenaran itu ialah fungsi kejiwaan, fungsi rohaniah. Manusia selalu mencari kebansran itu, membina dan menyempurnakannya sejalan dengan kematangan kepribadiannya.
Ukuran Kebenarannya :
·         Berfikir merupakan suatu aktifitas manusia untuk menemukan kebenaran
·         Apa yang disebut benar oleh seseorang belum tentu benar bagi orang lain
·         Oleh karena itu diperlukan suatu ukuran atau kriteria kebenaran
Jenis-jenis Kebenaran :
1.      Kebenaran Epistemologi (berkaitan dengan pengetahuan)
Epistemologi juga disebut teori pengetahuan atau kajian tentang justifikasi kebenaran pengetahuan atau kepercayaan. Untuk menemukan kebenaran dilakukan sebagai berikut (AR Lacey) :
a)         Menemukan kebenaran dari masalah
b)        Pengamatan dan teori untuk menemukan kebenaran
c)         Pengamatan dan eksperimen untuk menemukan kebenaran
d)        Falsification atau operasionalism (experimental opetarion, operation research)
e)         Konfirmasi kemungkinan untuk menemukan kebenaran
f)         Metode hipotetico – deduktif
g)        Induksi dan presupposisi/teori untuk menemukan kebenaran fakta

2.      Kebenaran ontologis (berkaitan dengan sesuatu yang ada/ diadakan)
Aspek ontologi dari ilmu pengetahuan tertentu hendaknya diuraikan secara :
a)         Metodis; Menggunakan cara ilmiah
b)        Sistematis; Saling berkaitan satu sama lain secara teratur dalam suatu keseluruhan
c)         Koheren; Unsur-unsurnya tidak boleh mengandung uraian yang bertentangan
d)        Rasional; Harus berdasar pada kaidah berfikir yang benar (logis)
e)         Komprehensif; Melihat obyek tidak hanya dari satu sisi/sudut pandang, melainkan secara multidimensional – atau secara keseluruhan (holistik)
f)         Radikal; Diuraikan sampai akar persoalannya, atau esensinya
g)        Universal; Muatan kebenarannya sampai tingkat umum yang berlaku di mana saja

3.      Kebenaran semantis (berkaitan dengan bahasa dan tutur kata)
Manusia selalu mencari kebenaran, jika manusia mengerti dan memahami kebenaran, sifat asasinya terdorong pula untuk melaksankan kebenaran itu. Sebaliknya pengetahuan dan pemahaman tentang kebenran, tanpa melaksankan konflik kebenaran, manusia akan mengalami pertentangan batin, konflik spilogis. Karena di dalam kehidupan manusia sesuatu yang dilakukan harus diiringi akan kebenaran dalam jalan hidup yang dijalaninya dan manusia juga tidak akan bosan untuk mencari kenyataan dalam hidupnya yang dimana selalu ditunjukkan oleh kebanaran.
Kebenaran agama yang ditangkap dengan seluruh kepribadian, terutama oleh budi nurani merupakan puncak kesadaran manusia. Hal ini bukan saja karena sumber kebnarna itu bersal dari Tuhan Yang Maha Esa supernatural melainkan juga karena yang menerima kebenaran ini adalah satu subyek dengna integritas kepribadian. Nilai kebenaran agama menduduki status tertinggi karena wujud kebenaran ini ditangkap oleh integritas kepribadian. Seluruh tingkat pengalaman, yakni pengalaman ilmiah, dan pengalaman filosofis terhimpun pada puncak kesadaran religius yang dimana di dalam kebenaran ini mengandung tujuan hidup manusia dan sangat berarti untuk dijalankan oleh manusia.
Kebenaran adalah kesesuaian objek dengan realita atau kesesuaian objek dengan pengetahuan parameter kebenaran, yang berupa:
a)             Kebenaran bersifat universal artinya berlaku untuk kapanpun dan dimanapun. Jika tidak demikian maka peserta diskusi yang tempat dan waktu mendapatkan pengetahuan baru tersebut berbeda tidak dapat menerima kebenaran tersebut.
b)             Kebenaran bersifat mutlak. Tanpa pandangan tersebut, maka diskusi akan sis-sia. Apapun pengetahuan baru yang ada dalam sebuah diskusi tidak dapat diterima sebagai kebenaran. Sehingga semua perkataan yang dikemukakan dalam sebuah diskusi tidak berbeda dengan kebohongan, ketidakwarasan dan omong kosong
c)             Kebenaran bersifat manusiawi artinya bahwa pengetahuan yang disampaikan secara alamiah dapatditerima atau dimengerti oleh manusia. Tak perlu ada rekayasa seperti melalui bujukan, paksaan atau paksaan. Jika ada rekayasa seperti itu maka perludipertanyakan kebenarannya. Kebenaran akan diterima jika hal itu memangsebuah kebenaran, diakui secara lisan atau tidak
d)            Kebenaran bersifat argumentatif. Dalam sebuah diskusi, pembuktian terhadap kebenaran sebuah pendapat atau pengetahuan baru harus dimiliki. Argumentasi digunakan untuk menjelaskan proses mendapatkan pengetahuan baru tersebut sehingga oranglain dapat menilai kebenarannya dari proses tersebut. Argumentasi adalah proses bergeraknya suatu pengetahuan yang menjadipatokan menuju pengetahuan baru (kesimpulan). Dalam menilai kebenaran dan keabsahan argumentasi, ada dua hal yang harus diperhatikan.
a.       kebenaran dari isi pengetahuan yang menjadi pijakan.
b.      keabsahanpenyusunan pengetahuan-pengetahuan pijakan menjadi suatu kesimpulan(proses pengambilan kesimpulan)
e)             Kebenaran bersifat ilmiahIni dimaksudkan agar kebenaran suatu pengetahuan dapat dibuktikan oleh orang lain bahwa pengetahuan tersebut sesuai dengan kenyataan yang ada. Kebenaran yang tidak dapat dibuktikan oleh orang lain tidak dapat didiskusikan. Artinya bahwa kebenaran tersebut tidak dapat dihukumi untuk orang lain.

B. Teori-Teori Kebenaran Menurut Filsafat
1.      Teori Corespondence
Teori korispodensi (corespondence theory of truth) menerangkan bahwa kebenaran atau sesuatu keadaan benar itu terbukti benar bila ada kesesuaian antara arti yang dimaksud suatu pernyataan atau pendapat dengan objek yang dituju/ dimaksud oleh pernyataan atau pendapat tersebut. Teori korespondensi (Correspondence Theory of Truth), yang kadang kala disebut The accordance Theory of Truth. Jadi berdasarkan teori korespondensi ini, kebenaran/keadaan benar itu dapat dinilai dengan membandingkan antara preposisi dengan fakta atau kenyataan yang berhubungan dengan preposisi tersebut. Bila diantara keduanya terdapat kesesuaian (korespondence), maka preposisi tersebut dapat dikatakan memenuhi standar kebenaran/keadaan benar. Sebagai contoh dapat dikemukakan : "Semarang adalah Ibu Kota Provinsi Jawa Tengah sekarang" ini adalah sebuah pernyataan; dan apabila kenyataannya memang Semarang adalah Ibu Kota Provinsi Jawa Tengah, pernyataan itu benar, maka pernyataan itu adalah suatu kebenaran. Masalah kebenaran menurut teori ini hanyalah perbandingan antara realita obyek (informasi, fakta, peristiwa, pendapat) dengan apa yang ditangkap oleh subjek (ide, kesan). Jika ide atau kesan yang dihayati subjek (pribadi) sesuai dengan kenyataan, realita, objek, maka sesuatu itu benar.
Cara berfikir ilmiah yaitu logika induktif menggunakan teori korespodensi ini. Teori kebenaran menurut corespondensi ini sudah ada di dalam masyarakat sehingga pendidikan moral bagi anak-anak ialah pemahaman atas pengertian-pengertian moral yang telah merupakan kebenaran itu. Apa yang diajarkan oleh nilai-nilai moral ini harus diartikan sebagai dasar bagi tindakan-tindakan anak di dalam tingkah lakunya. Artinya anak harus mewujudkan di dalam kenyataan hidup, sesuai dengan nilai-nilai moral itu. Bahkan anak harus mampu mengerti hubungan antara peristiwa-peristiwa di dalam kenyataan dengan nilai-nilai moral itu dan menilai adakah kesesuaian atau tidak sehingga kebenaran berwujud sebagai nilai standard atau asas normatif bagi tingkah laku. Apa yang ada di dalam subyek (ide, kesan) termasuk tingkah laku harus dicocokkan dengan apa yang ada di luar subyek (realita, obyek, nilai-nilai) bila sesuai maka itu benar.
Rumusan teori korespondensi tentang kebenaran itu bermula dari ARIESTOTELES (384-322 SM) dan disebut teori penggambaran yang definisinya berbunyi “VERITAS EST ADAEQUATIO INTELCTUS ET RHEI” yaitu kebenaran adalah persesuaian antara pikiran dan kenyataan. Teori ini selanjutnya dikembangkan oleh Bertrand Russel (1872-1970). Penganut teori ini adalah mazhab realisme dan materialisme.
2.      Teori Consistency
Teori ini merupakan suatu usaha pengujian (test) atas arti kebenaran. Hasil test dan eksperimen dianggap relible jika kesan-kesanyang berturut-turut dari satu penyelidik bersifat konsisten dengan hasil test eksperimen yang dilakukan penyelidik lain dalam waktu dan tempat yang lain. The Consistence Theory Of Truth, yang sering disebut dengan The coherence Theory Of Truth. Menurut teori ini kebenaran tidak dibentuk atas hubungan antara putusan (judgement) dengan sesuatu yang lalu, yakni fakta atau realitas, tetapi atas hubungan antara putusan-putusan itu sendiri.
Berdasarkan teori ini, kebenaran ditegakkan atas hubungan antara putusan yang baru dengan putusan-putusan lainnya yang telah kita ketahui dan diakui benarnya terlebih dahulu. Jadi suatu proposisi itu cenderung untuk benar jika proposisi itu coherent (saling berhubungan) dengan proposisi yang benar, atau jika arti yang terkandung oleh proposisi tersebut koheren denganpengalaman kita. Contohnya: Bungkarno, adalah ayahanda Megawati Sukarno Puteri adalah pernyataan yang kita ketahui, kita terima, dan kita anggap benar. Jika terdapat penyataan yang koheren dengan pernyataan tersebut diatas, maka pernyataan ini dapat dinyatakan benar. Kerena koheren dengan pernyataan yang dahulu, misalnya: Bungkarno memiliki anak bernama Megawati Sukarno Putri, Anak-anak Bungkarno ada yang bernama Megawati Sukarno Putri dan Megawati Sukarno Putri adalah keturunan Bung karno.
Menurut teori consistency untuk menetapkan suatu kebenarna bukanlah didasarkan atas hubungan subyek dengan realitas obyek. Sebab apabila didasarkan atas hubungan subyek (ide, kesannya dan comprehensionnya) dengan obyek, pastilah ada subyektivitasnya. Oleh karena itu pemahaman subyek yang satu tentang sesuatu realitas akan mungkin sekali berbeda dengan apa yang ada di dalam pemahaman subyek lain. Teori ini dipandang sebagai teori ilmiah yaitu sebagai usaha yang sering dilakukan di dalam penelitian pendidikan khsusunya di dalam bidang pengukuran pendidikan.
Teori konsisten ini tidaklah bertentangan dengan teori korespondensi. Kedua teori ini lebih bersifat melengkapi. Teori konsistensi adalah pendalaman dan kelanjutan yang teliti dan teori korespondensi. Teori korespondensi merupakan pernyataan dari arti kebenaran. Sedah teori konsistensi merupakan usaha pengujian (test) atas arti kebenaran tadi. Teori koherensi (the coherence theory of trut) menganggap suatu pernyataan benar bila di dalamnya tidak ada perntentangan, bersifat koheren dan konsisten dengna pernyataan sebelumnya yang telah dianggap benar. Dengan demikian suatu pernyataan dianggap benar, jika pernyataan itu dilaksanakan atas pertimbangan yang konsisten dan pertimbangan lain yang telah diterima kebenarannya. Rumusan kebenaran adalah turth is a sistematis coherence dan trut is consistency. Jika A = B dan B = C maka A = C
Logika matematik yang deduktif memakai teori kebenaran koherensi ini. Logika ini menjelaskan bahwa kesimpulan akan benar, jika premis-premis yang digunakan juga benar. Teori ini digunakan oleh aliran metafisikus rasional dan idealis.
Suatu teori dianggapbenar apabila telah dibuktikan (klasifikasi) benar dan tahan uji. Kalau teori ini bertentangan dengan data terbaru yagn benar atau dengan teori lama yang benar, maka teori itu akan gugur atau batal dengan sendirinya. Teori ini dianut oleh mazhab idealisme. Penggagas teori ini adalah Plato (427-347 SM) dan Aristoteles (384-322 SM), selanjutnya dikembangkan oleh Hegel dan F.H. Bradley (1864-1924).
3.      Teori Pragmatisme
Teori Paragmatisme atau the pragmatic (pramatist0 theory of truth. Pragmatisme berasal dari bahasa Yunani pragma, artinya yang dikerjakan, yang dapat dilaksanakan, dilakukan, tindakan atau perbuatan. Paragtisme menguji kebenaran dalam praktek yang dikenal para pendidik sebagai metode project atau medoe problem olving dai dalam pengajaran. Mereka akan benar-benar hanya jika mereka berguna mampu memecahkan problem yang ada. Artinya sesuatu itu benar, jika mengembalikan pribadi manusia di dalam keseimbangan dalam keadaan tanpa persoalan dan kesulitan. Sebab tujuan utama pragmatisme ialah supaya manusia selalu ada di dalam keseimbangan, untuk ini manusia harus mampu melakukan penyesuaian dengan tuntutan-tuntutan lingkungan.
Dalam dunia pendidikan, suatu teori akan benar jika ia membuat segala sesutu menjadi lebih jelas dan mampu mengembalikan kontinuitas pengajaran, jika tidak, teori ini salah. Jika teori itu praktis, mampu memecahkan problem secara tepat barulah teori itu benar. Yang dapat secara efektif memecahkan masalah itulah teori yang benar (kebenaran). Teori pragmatisme (the pragmatic theory of truth) menganggap suatu pernyataan, teori atau dalil itu memliki kebanran bila memiliki kegunaan dan manfaat bagi kehidupan manusia. Kaum pragmatis menggunakan kriteria kebenarannya dengan kegunaan (utility) dapat dikerjakan (workobility) dan akibat yagn memuaskan (satisfaktor consequence). Oleh karena itu tidak ada kebenaran yang mutak/ tetap, kebenarannya tergantung pada manfaat dan akibatnya.
Akibat/ hasil yang memuaskan bagi kaum pragmatis adalah :
·         Sesuai dengan keinginan dan tujuan
·         Sesuai dengan teruji dengan suatu eksperimen
·         Ikut membantu dan mendorong perjuangan untuk tetap eksis (ada)
Falsafah ini dikembangan oleh William James di Amerika Serikat. Menurut filsafat ini dinyatakan, bahwa sesuatu ucapan, hukum, atau sebuah teorisemata-mata bergantung kepada asas manfaat. Sesuatu dianggap benar jikamendatangkan manfaat. Dinyatakan sebuah kebenaran jika memilki hasil yang memuaskan ( satisfactory result ) yaitu bila sesuatu yang benar jika memuaskan keinginan dan tujuan manusia. Sesuatu yang benar jika dapat diuji benar dengan eksperimen. Sesuatu yang benar jika mendorong atau membantu perjuangan biologis untuk tetap ada.
4.      Kebenaran Religius
Teori ini adalah sebuah kebenaran tak cukup hanya diukur dengan rasion dan kemauan individu. Kebenaran bersifat objective, universal, berlaku bagi seluruh umat manusia, karena kebenaran ini secara antalogis dan oxiologis bersumber dari Tuhan yang disampaikan melalui wahyu. Kebenaran adalah kesan subjek tentang suatu realita, dan perbandingan antara kesan dengan realita objek. Jika keduanya ada persesuaian, persamaan maka itu benar. Nilai kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan itu adalah objektif namun bersifat superrasional dan superindividual. Bahkan bagi kaum religius kebenaran illahi ini adalah kebenaran tertinggi, dimana semua kebanaran (kebenaran inderan, kebenaran ilmiah, kebenaran filosofis) taraf dan nilainya berada di bawah kebanaran ini
Ketiga teori kebenaran sebelumnya menggunakan alat, budi,fakta, realitas dan kegunaan sebagai landasannya. Dalam teori kebanaran agama digunakan wahyu yang bersumber dari Tuhan. Sebagai makluk pencari kebenaran, manusia dan mencari dan menemukan kebenaran melalui agama. Dengan demikian, sesuatu dianggap benar bila sesuai dan koheren dengan ajaran agama atau wahyu sebagai penentu kebenaran mutlak.agama dengan kitab suci dan haditsnya dapat memberikan jawaban atas segala persoalan manusia, termasuk kebenaran.

No comments:

Post a Comment