Thursday 26 April 2012

Kajian tentang Hakikat Manusia


Kajian tentang Hakikat Manusia
a.      Pandangan Ilmu Pengetahuan tentang Manusia
Kemampuan manusia untuk menggunakan akal dalam memahami lingkungannya merupakan potensi dasar yang memungkinkan manusia berfikir. Dengan berfikir manusia menjadi mampu melakukan perubahan dalam dirinya, dan memang sebagian besar perubahan dalam diri manusia merupakan akibat dari aktivitas berfikir. Ini berarti bahwa tanpa berfikir, kemanusiaan manusia pun tidak punya makna bahkan mungkin tak akan pernah ada.
Berfikir juga memberi kemungkinan manusia untuk memperoleh pengetahuan, dalam tahapan selanjutnya. Pengetahuan itu dapat menjadi fondasi penting bagi kegiatan berfikir yang lebih mendalam. Semua ini dimaksudkan agar manusia dapat berubah dari tidak tahu menjadi tahu, dengan tahu dia berbuat, dengan berbuat dia beramal bagi kehidupan. Semua ini pendasarannya adalah penggunaan akal melalui kegiatan berfikir. Dengan berfikir manusia mampu mengolah pengetahuan, dengan pengolahan tersebut, pemikiran manusia menjadi makin mendalam dan makin bermakna, dengan pengetahuan manusia mengajarkan, dengan berpikir manusia mengembangkan, dan dengan mengamalkan serta mengaplikasikannya. Manusia mampu melakukan perubahan dan peningkatan ke arah kehidupan yang lebih baik, semua itu telah membawa kemajuan yang besar dalam berbagai bidang kehidupan manusia. Dengan demikian kemampuan untuk berubah dan perubahan yang terjadi pada manusia merupakan makna pokok yang terkandung dalam kegiatan berfikir dan berpengetahuan.
Para ahli telah banyak mengkaji perbedaan antara manusia dengan makhluk-makhluk lainnya terutama dengan makhluk yang agak dekat dengan manusia yaitu hewan. Secara biologis pada dasarnya manusia tidak banyak berbeda dengan hewan, bahkan Ernst Haeckel (1834 – 1919) mengemukakan bahwa manusia dalam segala hal sungguh-sungguh adalah binatang beruas tulang belakang, yakni binatang menyusui, demimikian juga Lamettrie (1709 – 1751) menyatakan bahwa tidaklah terdapat perbedaan antara binatang dan manusia dan karenanya bahwa manusia itu adalah suatu mesin.
Jadi, nampak bahwa ada sudut pandang yang cenderung merendahkan manusia, dan ada yang mengagungkannya, semua sudut pandang tersebut memang diperlukan untuk menjaga keseimbangan memaknai manusia. Blaise Pascal (1623 – 1662) menyatakan bahwa adalah berbahaya bila kita menunjukan manusia sebagai makhluk yang mempunyai sifat-sifat binatang dengan tidak menunjukan kebesaran manusia sebagai manusia. Sebaliknya adalah bahaya untuk menunjukan manusia sebagai makhluk yang besar dengan tidak menunjukan kerendahan, dan lebih berbahaya lagi bila kita tidak menunjukan sudut kebesaran dan kelemahannya sama sekali.
Pendapat para ahli tentang manusia yaitu:
a)      Plato (427 – 348). Dalam pandangan Plato manusia dilihat secara dualistik yaitu unsur jasad dan unsur jiwa, jasad akan musnah sedangkan jiwa tidak, jiwa mempunyai tiga fungsi (kekuatan) yaitu logystikon (berfikir/rasional, thymoeides (Keberanian), dan epithymetikon (Keinginan)
b)      Aristoteles (384 – 322 SM). Manusia itu adalah hewan yang berakal sehat, yang mengeluarkan pendapatnya, yang berbicara berdasarkan akal fikirannya. Manusia itu adalah hewan yang berpolitik (Zoon Politicon/Political Animal), hewan yang membangun masyarakat di atas famili-famili menjadi pengelompokan impersonal dari pada kampung dan negara.
c)      Ibnu Khaldun (1332 – 1406). Manusia adalah hewan dengan kesanggupan berpikir, kesanggupan ini merupakan sumber dari kesempurnaan dan puncak dari segala kemuliaan dan ketinggian di atas makhluk-makhluk lain.
d)     Ibnu Sina (980 -1037 M). manusia adalah makhluk yang mempunyai kesanggupan : 1) makan, 2) tumbuh, 3) ber-kembang biak, 4) pengamatan hal-hal yang istimewa, 5) pergerakan di bawah kekuasaan, 6) ketahuan (pengetahuan tentang) hal-hal yang umum, dan 7) kehendak bebas. Menurut dia, tumbuhan hanya mempunyai kesanggupan 1, 2, dan 3, serta hewan mempunyai kesanggupan 1, 2, 3, 4, dan 5.
e)      Ibnu Miskawaih. Menyatakan bahwa manusia adalah makhluk yang mempunyai kekuatan-kekuatan yaitu : 1) Al Quwwatul Aqliyah (kekuatan berfikir/akal), 2) Al Quwwatul Godhbiyyah (Marah, 3) Al Quwwatu Syahwiyah (sahwat).
Jadi, manusia itu yaitu :
1)      Secara fisikal, manusia sejenis hewan juga
2)      Manusia punya kemampuan untuk bertanya
3)      Manusia punya kemampuan untuk berpengetahuan
4)      Manusia punya kemauan bebas
5)      Manusia bisa berprilaku sesuai norma (bermoral)
6)      Manusia adalah makhluk yang bermasyarakat dan berbudaya
7)      Manusia punya kemampuan berfikir reflektif dalam totalitas dengan sadar diri
8)      Manusia adalah makhluk yang punya kemampuan untuk percaya pada Tuhan
Dengan demikian nampaknya terdapat perbedaan sekaligus persamaan antara manusia dengan makhluk lain khususnya hewan, secara fisikal/biologis perbedaan manusia dengan hewan lebih bersifat gradual dan tidak prinsipil, sedangkan dalam aspek kemampuan berfikir, bermasyarakat dan berbudaya, serta bertuhan perbedaannya sangat asasi/prinsipil, ini berarti jika manusia dalam kehidupannya hanya bergerak dalam urusan-urusan fisik biologis seperti makan, minum, beristirahat, maka kedudukannya tidaklah jauh berbeda dengan hewan, satu-satunya yang bisa mengangkat manusia lebih tinggi adalah penggunaan akal untuk berfikir dan berpengetahuan serta mengaplikasikan pengetahuannya bagi kepentingan kehidupan sehingga berkembanglah masyarakat beradab dan berbudaya, disamping itu kemampuan tersebut telah mendorong manusia untuk berfikir tentang sesuatu yang melebihi pengalamannya seperti keyakinan pada Tuhan yang merupakan inti dari seluruh ajaran Agama. Oleh karena itu carilah ilmu dan berfikirlah terus agar posisi kita sebagai manusia menjadi semakin jauh dari posisi hewan dalam konstelasi kehidupan di alam ini.
b.      Masalah Jasmani dan Rohani
Ilmu yang mempelajari tentang hakekat mansia disebut Antropologi Filsafat. Hakikat berarti adanya berbicara menganai apa manusia itu, ada empat aliran yang dikemukakan yaitu:
1)      Aliran Serba Zat
Aliran serba zat ini mengatakan yang sungguh-sungguh ada, itu hanyalah zat materi, alam ini adalah zat atau materi dan manusia adalah unsur dari alam, maka dari itu manusia adalah zat atau materi.
2)      Aliran Serba Ruh
Aliran ini berpendapat bahwa segala hakikat sesuatu yang ada didunia ini ialah ruh, juga hakekat manusia adalah ruh, adapun zat itu adalah manifestasi dari pada ruh di atas dunia ini. Dasar pikiran aliran ini ialah bahwa ruh itu lebih berharga, lebih tinggi nilainya daripada meteri. Hal ini mereka buktikan dalam kehidupan sehari-hari, yang mana betapapun kita mencintai seseorang jika ruhnya pisah dengan badannya, maka materi/jasadnya tidak ada artinya. Dengan demikian aliran ini menganggap ruh itu ialah hakikat, sedangkan badan ialah penjelmaan atau bayangan.
3)      Aliran Dualisme
Aliran ini menggangap bahwa manusia itu pada hakekatnya terdiri dari dua subtansi, yaitu jasmani dan rohani. Keduanya subtansi ini masing-masing merupakan unsur asal, yang adanya tidak tergantung satu sama lain. Jadi badan tidak bersal dari ruh dan tidak bersal dari badan. Perwujudannya manusia tidak serba dua, jasad dan ruh. Antara badan dan ruh terjadi sebab akibat yang mana keduanya saling mempengaruhi.
4)      Aliran Eksistensialisme
Aliran filsafat modern berpikir tentang hakikat manusia merupakan eksistensi atau perwujudan sesungguhnya dari manusia. Jadi intinya hakikat manusia itu, yaitu apa yang menguasai manusia secara menyeluruh. Di sini manusia dipandang tidak dari sudut serba zat atau serba ruh atau dualisme dari dua aliran itu, tetapi memandangnya dari segi eksistensi itu sendiri didunia ini.
Terlalu banyak sebutan dan istilah yang diberikan untuk makhluk-makhluk berakal pikiran ciptaan Tuhan, seperti homo sapiens , homo rasional ,animal social, al-insan dan lain sebagainya. Bentuk sebutan itu mencerminkana keragaman sifat dan sikap manusia. Hal itu dapat terjadi karena didalam diri manusia itu sendiri terdapat enam rasa yang menjadi satu, yaitu rasa intelek , rasa agma,rasa susilah, rasa sosial, rasa seni dan rasa harga diri.
Maka tidak heran kalau sejak dulu manusia tiada henti-hentinya berusaha membedakan antara unsur manusia yang bersifat lahiriah dan maknawiah. Kebanyakan ahli filsafat yunani bependapat bahwa ruh itu merupakan satu unsur yang harus, yang dapat meninggalkan badan. Jika dia pergi dari badan, dia kembali ke alamnya yang tinggi, meluncur keangkasa luar dan tidak mati, sebagai mana ungkapan phytagoras kepada diasgenes.
Islam berpandangan bahwa hakikat manusia merupakan perakitan antara badan dan ruh. Islam mengatakan dengan tegas bahwa kedua substansi ini adalah substansi alam. Islam memandang permasalahan roh/ruh merupakan suatu hal yang terbatas untuk dipelajari secara mendalam. Hal itu menjadi landasan bukti walaupun banyak ilmu yang telah dimiliki oleh manusia, namun sampai kapan pun ia tidak akan melebihi Tuhannya, dalam kaitan masalah ruh.
Itulah yang membedakan hasil yang telah dicapai islam dari segi sistem kerohaniannya yang tampak pada manusia adalah sosok tubuhnya, dalam hal efektifitas dirinya bersumber pada jiwa dan ruh. Karena itu hidup seorang muslim haruslah diarahkan atas kerjasama yang sempurna antara kepentingan dan kebutuhan jasmani-rohani.
c.       Pandangan Antropologi Metafisik
Secara garis besar antropologi metafisik bertujuan menyelidiki, menginterpretasi dan memahami gejala-gejala atau ekspresi-ekspresi manusia sebagaimana halnya dengan ilmu-ilmu tentang manusia. Adapun secara spesifik bermaksud memahami hakikat atau esensi manusia dengan mencari dan menemukan jawaban sesungguhnya tentang manusia.
Menurut Cristian Wolf (1679-1754), metafisika terbagi menjadi dua jenis, yaitu:
(1)   Metafisika Generalis, yakni ilmu yang membahas mengenai yang ada atau pengada atau yang lebih dikenal sebagai ontologi,
(2)   Metafisika spesialis yang terbagi menjadi tiga bagian besar,
a.       antropologi, yang menelaah mengenai hakikat manusia, tentang diri dan kedirian, tentang hubungan jiwa dan raga,
b.      kosmologi, yang membahas asal-usul alam semesta dan hakikat sebenarnya, dan
c.       teologi, membahas mengenai Tuhan secara rasional.
Sementara itu Driyarkara menyamakan metafisika dengan ontologi, ia menyatakan bahwa filsafat tentang ada dan sebab-sebab pertama adalah metafisika atau ontologi, yang di samping membahas tentang ada dan sebab-sebab pertama tersebut, juga membahas mengenai apakah kesempurnaan itu, apakah tujuan, apakah sebab-akibat, apa yang merupakan dasar yang terdalam dalam setiap barang yang ada (hylemorfism), intinya adalah, apakah hakikat dari segala sesuatu itu.
Metafisika ternyata mendapat penentangan dari beberapa ilmuwan, antara lain adalah yang menganut paham positivisme logis dengan menyatakan bahwa metafisika tidak bermakna. Misal, Katsoff menyatakan bahwa agaknya Ayer berupaya untuk menunjukkan bahwa natutalisme, materialisme, dan lainnya merupakan pandangan yang sesat. Ayer menunjang argumentasinya dengan membuat criterion of verifiability atau keadaan dapat diverifikasi. Penentang lain Ludwig Wittgenstein menyatakan bahwa metafisika bersifat the Mystically, hal-hal yang tak dapat diungkapkan (inexpressible) ke dalam bahasa yang bersifat logis dan sebaiknya didiamkan saja.
Namun pada kenyataannya banyak ilmuawan besar, terutama Albert Einstein, yang merasakan perlunya membuat formula konsepsi metafisika sebagai konsekuensi dari penemuan ilmiahnya. Manfaat metafisika bagi pengembangan ilmu dikatakan oleh Thomas Kuhn terletak pada awal terbentuknya paradigma ilmiah, yakni ketika kumpulan kepercayaan belum lengkap faktanya, maka ia mesti dipasok dari luar, antara lain adalah ilmu pengetahuan lain, peristiwa sejarah, pengalaman personal, dan metafisika. Misalnya adalah, upaya-upaya untuk memecahkan masalah yang tak dapat dipecahkan oleh paradigma keilmuan yang lama dan selama ini dianggap mampu memecahkan masalah membutuhkan paradigma baru, pemecahan masalah baru, hal ini hanya dapat dipenuhi dari hasil permenungan metafisik yang dalam banyak hal memang bersifat spekulatif dan intutitif, hingga dengan kedalaman kontemplasi serta imajinasi akan dapat membuka kemungkinan-kemungkinan (peluang-peluang) konsepsi teoritis, asumsi, postulat, tesis, dan paradigma baru untuk memecahkan masalah yang ada.

1 comment: