Thursday 26 April 2012

ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN ESSENSIALISME


ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN ESSENSIALISME

Filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau kelompok orang yang merupakan konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat banyak mempengaruhi perkembangan budaya serta berbagai sistem ilmu pengetahuan yang ada dalam filsafat itu sendiri. Pengelompokkan filsafat pendidikan digolongkan menjadi dua kelompok besar,yaitu filsafat pendidikan “progresif” dan filsafat pendidikan ‘konservatif”.yang pertama didukung oleh filsafat pragmatisme dari Jhon Dewey,dan romantic naturalisme dari Roousseau. Yang kedua didasari oleh filsafat idalisme,realisme humanisme (human rasional),dan supernaturalisme atau realisme religius. Filsafat-filsafat tersebut melahirkan filsafat pendidikan esensialisme,prenialisme,dan sebagainya.
Filsafat pendidikan modern pada garis besarnya dibagi kepada empat aliran yaitu aliran progresivisme, esensialisme, perenialisme dan rekonstruksianisme (Imam Barnadib, 1982, Mohammad Noor Syam, 1986). Namun pada tulisan ini hanya penggambaran singkat yakni penggambaran  hal-hal yang menjadi ciri utama masing-masing aliran filsafat pendidikan.
Secara etimologi esensialisme berasal dari bahasa Inggris yakni essential (inti atau pokok dari sesuatu), dan isme berarti aliran, mazhab atau paham. Menurut Brameld bahwa esensialisme ialah aliran yang lahir dari perkawinan dua aliran dalam filsafat yakni idealism dan realism. Aliran ini menginginkan munculnya kembali kejaaan yang pernah diraih, sebelum abad kegelapan atau disebut “the dark middle age” (zaman ini akal terbelenggu, stagnasi dalam ilmu pengeetahuan, kehidupan diwarnai oleh dogma-dogma gerejani. Zaman renaissance timbul ingin menggantikannya dengan kebebasan dalam berpikir.
Pada aliran esensialisme ini pendidikan di sebut sebagai pemelihara kebudayaan.Esensialisme dianggap para ahli sebagai “conservative road to culture” yakni ingin kembali kepada kebudayaan lama, warisan sejarah yang telah terbukti kebaikannya bagi kehidupan manusia, terutama zaman renaissance pada abad XI, XII, XIII dan XIV. Pada masa ini telah berkembang usaha-usaha menghidupkan kembali ilmu pengetahuan dan kesenian serta kebudayaan Purbakala, terutama di zaman Yunani dan Romawi Purbakala. Zaman renaissance ini sebagai reaksi terhadap tradisi, puncaknya tumbuh individualism dalam berpikir dan bertindak dalam semua cabang aktivitas manusia. Sumber utama dari kebudayaan itu adalah ajaran filsafat, ahli ilmu pengetahuan, yang ajaran dan nilai-nilai ilmu mereka bersifat kekal dan monumental.
Kesalahan dari kebudayaan modern sekarang menurut esensialisme ialah kecenderungannya,bahkan gejala-gejala penyimpangannya dari jalan lurus yang telah ditanamkan kebudayaan warisan itu. Dalam bidang pendidikan, “fleksibilitas”dalam segala bentuk dapat menjadi sumber timbulnya pandangan yang berubah-ubah, kurang stabil dan tidak menentu sehingga pendidikan itu kehilangan arah. Pendidikan haruslah bersendirikan atas nilai-nilai yang dapat mendatangkan kestabilan, sehingga untuk memenuhinya haruslah dipilih nilai-nilai yang mempunyai tata yang jelas dan yang telah teruji oleh waktu yakni nilai-nilai yang berasal dari kebudayaan dan filsafat yang korelatif selama empat abad belakangan ini, dengan perhitungan zaman renaissance sebagai pangkal timbulnya pandangan esensialisme. fenomena-fenomena sosial-kultural yang tidak kita ingini sekarang,hanya dapat diatasi dengan kembali secara sadar melalui pendidikan,ialah kembali kejalan yang telah di tetapkan.
Pemikir-pemikir besar yang telah dianggap sebagi peletak dasar asas-asas filsafat aliran ini, terutama yang hidup pada zaman klasik : Plato, Aristoteles, Democritus  sebagai bapak obkective-idealism adalah peletak teori-teori modern dalam esensialisme. Yang dominan dalam filsafat esensialisme ini bukan hanya filsafat klasik saja tetapi lebih-lebih ajaran-ajaran filosof pada zaman reenaissance,merupakan sokoguru aliran ini.Brameld menulis ciri utama aliran ini yaitu : “pandangan-pandangan filsafat yang kuno dan absolutisme pandangan abad-abad pertengahan tercermin dalam otoritasnya yang tidak dapat ditantang,otoritas gereja yang domatis,dimana pengikut esensialisme modern bertujuan mengusahakan suatu sistematika,konsepsi tentang manusia dan alam semesta yang secepat mungkin cocok bagi kebutuhan zaman dan lembaga-lembaga modern”.
Esensialisme merupakan paduan ide-ide filsafat Idealisme dan Realisme.dan praktek-praktek filsafat pendidikan esensialisme dengan demikian menjadi lebih kaya dibadingkan jika ia hanya mengambil posisi yang sepihak dari salah satu aliran yang ia sinthesakan itu.
Demikian pula pandangan esensialisme tentang ide-ide moral,aliran ini lebih bersifat netral.atau lebih tepat dikatakan aliran ini juga mensintesakan ide-ide abad pertengahan yang dogmatis-religious dengan ide-ide Renaissance.
Realisme, titik tinjauannya adalah mengenai alam dan dunia fisik, sedangkan idealism modern, pandangan-pandangannya bersifat spiritual. Brubacher memberikan ciri masing-masing:
  1. Realisme; alam adalah yang pertama-tama memiliki kenyataan pada diri sendiri, dan ini harus dijadikan pangkal berfilsafat. Kualitas-kualitas dari pengalaman terletak pada dunia fisik, dan disanalah terdapat sesuatu yang menghasilkan penginderaan dan persepsi-persepsi yang tidak semata-mata bersifat mental. Jadi jiwa dapat diumpamakan sebagai cerminan yang menerima gambaran-gambaran yang berasal dari dunia fisik. Ini berarti bahwa anggapan-anggapan mengenai adanya kenyataan itu tidak dapat hanya sebagai hasil tinjauan yang menyebelah saja, melainkan pertemuan antara keduanya.
  2. Idealisme modern; bahwa realita adalah sama dengan substansi gagasan (ide-ide). Di balik dunia fenomena ini ada jiwa yang tidak terbatas yaitu Tuhan yang merupakan pencipta adanya kosmos. Manusia sebagai makhluk berpikir berada dalam lingkungan kekuasaan Tuhan. Dengan menguji dan menyelidiki ide-ide serta gagasannya, manusia akan dapat mencapai kebenaran yang sumbernya adalah Tuhan.       

Menurut Brameld tidak mudah untuk mendefinisikan realisme secara jelas,sebab tidak seorang pun eksponen atau tokohnya cenderung untuk menekankan salah satu aspeksebagai prinsip utama.
Menurut Imam Barnadib bahwa ciri utama esensialisme adalah pendidikan haruslah bersendikan atas nilai-nilai yang dapat mendatangkan kestabilan. Agar dapat terpenuhi maksud tersebut nilai-nilai itu perlu dipilih yang mempunyai tata yang jelas dan yang telah teruji oleh waktu. Nilai-nilai yang dapat memenuhi hal tersebut adalah yang berasal dari kebudayaan dan filsafat yang korelatif selama empat abad belakangan ini; dengan perhitungan zaman Renaisans, sebagai pangkal timbulnya pandangan-pandangan esensialistis awal. Puncak refleksi dari gagasan ini adalah pada pertengahan kedua abad ke sembilan belas. Esensialisme merupakan suatu gerakan dalam pendidikan yang memprotes terhadap pendidikan progresivisme. Esensialisme tidak sependapat dengan pandangan progresivisme yang serba fleksibilitas dalam segala bentuk. Pendidikan yang bersendikan atas nilai-nilai yang bersifat demikian ini dapat menjadikan pendidikan itu sendiri kehilangan arah. Dalam pemikiran pendidikan esensialisme, pada umumnya didasari atas filsafat idealisme dan realisme. Sumbangan dari masing-masing ini bersifat eklektif.

A.        Ontologi Esensialisme        
a)      Sintesa ide Idealisme dan Realisme tentang hakekat realita berarti esensialisme mengakui adanya realita objektif di samping objek-objek pre-determinasi,supernatural dan transcendental.
b)      Aliran ini dipengaruhi penemuan-penamuan ilmu pengetahuan modern baik Fisika maupun Biologi.
c)      Penapsiran spiritual atas sejarah.
d)     Paham makrokosmos dan mikrokosmos.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa ontologi filsafat pendidikan idealisme menyatakan bahwa kenyataan dan kebenaran itu pada hakikatnya adalah ide-ide atau hal-hal yang berkualitas spiritual. Oleh karena itu, hal pertama yang perlu ditinjau pada peserta didik adalah pemahaman sebagai makhluk spiritual dan mempunyai kehidupan yang bersifat teleologis dan idealistik. Pendidikan bertujuan untuk membimbing peserta didik menjadi makhluk yang berkepribadian, bermoral, serta mencita-citakan segala hal yang serba baik dan bertaraf tinggi.

B.         Epistemologi Esensialisme
Teori kepribadian manusia sebagai refleksi Tuhan adalah jalan untuk mengerti epistemologi esensilisme.sebab,jika manusia mampu menyadari realita dirinya sebagai mikrokosmos dalam makrokosmos,maka manusia pasti mengetahui dalam tingkat/kualitas apa rasionya mampu memikirkan kesemestaan itu.
1)      Kontroversi jasmaniah-rohaniah
Perbedaan idealisme dengan realisme adalah karena yang pertama menganggapbahwa rohani adalah kunci kesadaran tentang realita.manusia mengetahui sesuatu hanya di dalam dan melalui ide,rohaniah.sebaliknya realist berpendapat ahwa kita hanya megetahui sesuatu realita  di dalam dan melalui jasmani.
2)      Approach Idealisme pada pengetahuan
a.       Kita hanya mengerti our own spiritual selves (rohaniah kita sendiri).tetapi pengertian ini memberi kesadaran untuk mengerti realita yang lain.sebab kesadaran kita,rasio manusia adalah bagiandaripada rasio Tuhan yang maha sempurna,ini menurut personalisme.
b.      Menurut T.H.green, approach personalisme itu hanya melalui introspeksi, padahal manusia tak mungkin mengetahui sesuatu hanya dengan kesadaran jiwa tanpa adanya pengamatan.karena itu setiap pengalaman mental pastilah melalui relasi antara macam-macam pengamatan.ini berarti pikiran itu menjadi pula suatu substansi,tidakj dalam makna substansi material,melainkan sebagai prinsip ekstra-natural.
c.       Bagi Hegel,substansi mental itu tercermin pada hukum-hukum logika dan hukum alam.hukum dialegtika berpikir,berlaku pula hukum perkembangan sejarah dan kebudayaan manusia.
d.      Dalam filsafat religious yang modern,ada teori yang menyatakan bahwa,apa yang saya mengerti tentang sesuatu adalah karena resonansi pengertian Tuhan.saya sebagai fitnite being (makhluk terbatas) mengetahui hukum dan kebenaran universal sebagai realisasi resonansi jiwa dengan jiwa Tuhan (God’s infinite mind).dan jika saya tidak mengetahui sesuatu,itu hanya karena resonansi dengan Tuhan terganggu,ternhalang oleh keraguan pribadi atas eksistensi Tuhan.
Dalam bidang epistemologi, bahwa pengetahuan adalah hasil yang dicapai oleh proses mana subjek dan objek mengadakan pendekatan. Dengan demikian hasilnya adalah perpaduan antara pengamatan, pemikiran, dan keseimpulan dari kemampuan manusia dalam menyerap objeknya. Oleh karena itu, epistemologi dalam filsafat pendidikan realisme adalah proses dan produk dari seberapa jauh pendidik dapat mempelajari secara ilmiah emperis mengenai peserta didiknya. Hasil-hasilnya akan digunakan sebagai dasar untuk menyelenggarakan pendidikan

C.    Aksiologi Esensialisme
Dalam bidang aksiologi,faktor peserta didik perlu dipandang sebagai agen yang ikut menentukan hakikat nilai (Imam Barnadib, 2002).
Esensialisme didasari atas pandangan humanisme yang merupakan reaksi terhadap hidup yang mengarah pada keduniaan, serba ilmiah dan materialistis. Selain itu juga diwarnai oleh pandangan-pandangan dari paham penganut aliran idealisme dan realisme. Tujuan umum aliran esensialisme adalah membentuk pribadi bahagia di dunia dan akhirat .
Johann Amos Comenius (1592-1670) sebagai salah satu tokoh esensialisme mengatakan bahwa karena dunia ini dinamis dan bertujuan, kewajiban pendidikan adalah membentuk anak sesuai dengan kehendak Tuhan. Tugas utama pendidikan ialah membina kesadaran manusia akan semesta dan dunia, untuk mencari kesadaran spiritual, menuju Tuhan (Imam Barnadib, 2002; Mohammad Noor Syam, 1986).
Teori nilai menurut Idealisme bahwa hukum-hukum etika adalah hukum kosmos, karena itu seseorang dikatakan baik hanya bila ia secara aktif berada di dalam dan melaksanakan hukum-hukum itu. Dengan demikian posisi seseorang jelas dapat dimengerti dalam hubungannya dengan nilai-nilai itu. Dalam filsafat, misalnya agama dianggap mengajarkan doktrin yang sama, bahwa perintah-perintah Tuhan mampu memecahkan persoalan-persoalan moral bagi siapapun yang mau menerima dan mengamalkannya. Meskipun Idealisme menjunjung asas otoriter atas nilai-nilai itu, namun ia tetap mengakui bahwa pribadi secara aktif bersifat menentukan nilai-nilai itu atas dirinya sendiri yaitu memilih dan melaksanakan.

No comments:

Post a Comment